JAM-Pidum Terapkan 11 Restorative Justice, Salah Satunya Perkara Pencurian di Mataram
Kejaksaan Agung, Jakarta - Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka menyetujui 11 (dua belas) permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif) pada Rabu 4 Desember 2024.
Adapun salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Tersangka I Gede Ardana als Gede dari Kejaksaan Negeri Mataram, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-3 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
Kronologi bermula pada hari Senin tanggal 22 Juli 2024 sekira pukul 19.00 WITA di Dusun Karang Taliwang RT003/RW000, Desa Dasan Tereng, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat, Korban I Nyoman Sudiardana telah kehilangan uang tunai sebesar Rp1.000.000.
Pada waktu dan tempat sebagaimana diuraikan di atas, Tersangka yang sedang melewati rumah Korban I Nyoman Sudiardana melihat rumah saski dalam keadaan sepi. Kemudian timbul niat Tersangka untuk masuk ke dalam rumah tersebut.
Lalu, Tersangka masuk ke dalam kamar korban tanpa seizin dan sepengetahuan pemiliknya untuk mengambil uang tunai dari dalam tas pinggang milik korban yang berada di atas kasur. Dari dalam tas tersebut, Tersangka mengambil uang tunai senilai Rp1.000.000, kemudian Tersangka keluar dan membawa uang hasil curiannya itu.
Bahwa uang tersebut Tersangka pergunakan untuk membeli beras, untuk pengobatan anaknya yang berkebutuhan khusus dan untuk membeli burung. Akibat kejadian tersebut, Korban mengalami kerugian sebesar Rp1.000.000 (satu juta rupiah).
Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Ivan Jaka Marsudi, S.H. dan Kasi Pidum I Nyoman Sugiartha, S.H., M.H. serta Jaksa Fasilitator Baiatus Sholihah, S.H., Nurul Suhada, S.H., dan Danny Curia Novitawan, S.H. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.
Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada Korban. Setelah itu, Korban menerima permintaan maaf dari Tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh Tersangka dihentikan.
Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Mataram mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat Enen Saribanon, S.H., M.H. Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Rabu 4 Desember 2024.
Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap 10 perkara lain yaitu:
- Terangka Fauzan Bawazir als Ojan bin Junaidi Bawazir dari Kejaksaan Negeri Sumbawa Barat, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka Muhammad Usman dari Kejaksaan Negeri Serang, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
- Tersangka Samsul Rizali alias Rizal bin Yanto dari Kejaksaan Negeri Kotawaringin Timur, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-5 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan Subsidair Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
- Tersangka Adi Neo Pratama bin Sinto Nurahman dari Kejaksaan Negeri Kotawaringin Barat, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
- Tersangka I Ratnawati binti Arsyad, Tersangka II Nahri bin H. Asmad, Tersangka III Inau binti Muntek (Alm), Tersangka IV Seiatun binti Salman, Tersangka V Latipah binti Mawardi dan Tersangka VI Rizzal Maulana S bin Sapril dari Kejaksaan Negeri Kotawaringin Barat, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penggelapan atau Pasal 107 huruf d jo. Pasal 55 huruf d Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 363 Ayat (1) ke-4 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
- Tersangka Barep Supono bin Suparno dari Kejaksaan Negeri Palangkaraya, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 372 KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penggelapan.
- Tersangka Edhy Pramono bin Untung dari Kejaksaan Negeri Sambas, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) atau Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka Taufik Hidayat bin Syahrul (Alm) dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Banjar, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
- Tersangka I Anisha Charlolien Yakarimilena alias Caca, Tersangka II Foni Yuliana Mambai dan Tersangka III Martina Selles Rawai dari Kejaksaan Negeri Yogyakarta, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
- Tersangka I Urip Maryadi bin Kromo Wiryo (Alm) dan Tersangka II Revangga Swara Dhani anak dari Sutikno dari Kejaksaan Negeri Yogyakarta, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-4 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
- Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
- Tersangka belum pernah dihukum;
- Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
- Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
- Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
- Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
- Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
- Pertimbangan sosiologis;
- Masyarakat merespon positif.
“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum.